Diduga Frustasi Putus Cinta, Pelajar SMA Gantung Diri

 
Murai.co.id - Diduga frustasi karena putus cinta, Ma (16) siswi kelas dua sekolah menengah ini menggantung diri di kamar rumahnya di Jalan Purnama, Pontianak. Jasad korban pertama kali ditemukan oleh Irma Fitriani (28), saudara kandung korban yang saat itu hendak membangunkan korban untuk segera berkemas dan berangkat sekolah.

"Peristiwa ini pertama kali diketahui oleh saudara kandung korban yang hendak membangunkannya sekitar pukul 05.30," kata Kaposek Pontianak Selatan Kompol Kartyana, kemarin.Pada saat akan membuka pintu kamar korban, pintu dalam keadaan terkunci dari dalam dan tidak ada respon dari korban. Curiga dengan hal itu, Irma pun memberitahu Syaiful Azwan, ayahnya, jika adiknya tidak ada respon dan pintu kamar dalam keadaan terkunci.

Mendengar hal, Syaiful pun bergegas menuju kamar anaknya dan menobrak pintu kamar. Setelah terbuka, betapa kagetnya dia melihat putri kesayangannya itu sudah tewas dalam posisi tergantung di sudut kamar.

"Korban ditemukan dalam posisi tergantung dengan leher terikat seutas tali tambang warna putih. Korban masih memakai baju hitam dan celana hitam. Didekat korban, bapaknya menemukan sepucuk surat yang berisikan kekecewaanya terhadap pacarnya MF. Diduga korban kecewa karena diputuskan cintanya oleh pacarnya," terangnya.

Jasad korban langsung dievakuasi dan bawa ke RS Anton Soedjarwo untuk dilakukan visum. Berdasarkan hasil pemeriksaan, korban bunuh diri sekitar pukul 00.00, dan baru diketahui pukul 06.00. "Dari hasil visum, yang disampaikan oleh dokter yang menangani, bahwa korban diduga bunuh diri pada pukul 00.00," pungkasnya.

Terkait penyebab kematian korban, polisi masih melakukan penyelidikan. Terlebih jika peristiwa tersebut dipicu oleh keributan antara korban dan pacarnya. "Untuk masalah keributan antara korban dan pacarnya masih didalami, dengan memeriksa saksi-saksi seperti surat yang ditulis korban dan bukti-bukti lainnya untuk dianalisa," ujarnya.

Keterangan terakhir kata Kartyana, sebelum korban bunuh diri, ia masih sempat keluar malam bersama-sama dengan saudara-saudaranya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Mulyadi mengaku prihatin adanya siswa yang bunuh diri. Dia tidak ingin ada kejadian serupa di Pontianak. “Sebagai pendidik jelas kami terpukul. Semoga ini kasus terakhir,” ujarnya, kemarin.

Menurut Mulyadi sekolah harus proaktif memantau peserta didik. Perilaku mereka mesti diamati selama di sekolah. Siswa SMP maupun SMA masih dalam masa pencarian jati diri sehingga memerlukan peran pengawasan dan bimbingan. “Kalau di sekolah ya harus guru memperhatikan perilakunya. Akan kelihatan jika anak ada masalah, perilakunya akan berubah,” ungkapnya.

Selain di sekolah, anak justru lebih banyak berada di rumah. Mulyad berharap orang tua juga turut mengontrol anaknya. Jalin komunikasi yang baik dengan anak agar mereka mau menyampaikan jika tengah mengalami persoalan. “Kalau anak ada persoalan segera diselesaikan. Jangan sampai jadi beban pikirannya.”

Orang tua yang mengetahui persoalan anak kemudian bingung menyelesaikannya dapat berkomunikasi dengan sekolah. Jika hal ini terjadi sekolah juga harus proaktif memfasilitasi orang tua dalam berkomunikasi. “Di sekolah ada guru bimbingan konseling. Silakan datang, sampaikan kepada guru agar anak dapat dibimbing dan diawasi,” Mulyadi memaparkan.

Cara berpikir anak, apalagi yang baru lepas dari masa puber, berbeda dengan orang dewasa. Ketika mengalami masalah dan tidak mampu menyelesaikannya anak cenderung menempuh jalan sendiri yang tidak lazim, bahkan menyimpang. “Di sinilah orang tua dan sekolah harus berperan,” tutur Mulyadi.

Di sekolah, semua guru harus berperan. Dalam kasus bunuh diri, Mulyadi menekankan pentingnya peran guru agama. Nilai-nilai agama mesti ditanamkan kepada anak agar memiliki benteng ketika hendak melakukan perbuatan yang menyimpang. “Bekali anak dengan iman agar mereka memahami dampak suatu perbuatan yang akan dilakukannya. Anak perlu dibimbing untuk membangun kepercayaan diri,” jelasnya.(arf/hen)

Bagaimana pendapat anda?