Teror Bom Sarinah, Mengapa `Safety Check` Facebook Tak Aktif


Facebook menjadi sasaran publik setelah muncul aksi teror bom Sarinah, Jakarta. Ta seperti Bom Paris, raksasa sosial media ini tak mengaktifkan fitur `Safety Check`saat insiden terjadi.

Safety Check Facebook merupakan fitur untuk memberitahukan keselamatan pengguna akun kepada orang-orang terdekat ketika terjadi bencana dan musibah, hingga serangan teror yang dalam beberapa tahun belakangan mulai marak.

Ketika serangan teror di Paris, fitur ini segera diaktifkan Facebook. Sayangnya, tidak ketika aksi teror melanda Jakarta di kawasan Thamrin, kemarin. Seperti dikutip dari Washington Post, Jumat, 15 Januari 2016, fitur Safety Check ini tidak diaktifkan Facebook.

Padahal, seperti diketahui, Indonesia, terutama Jakarta merupakan salah satu pasar terbesar media sosial milik Mark Zuckerberg ini. Pada tahun 2014, hampir 70 juta pengguna di Indonesia. Inilah yang menyebabkan maraknya hashtag #safetycheckJKT di Facebook dan Twitter.
Pendiri Facebook mengeluarkan fitur ini tahun 2014 sebagai respon dari bencana tsunami 2011 dan bencana nuklir di Jepang. Namun, tidak aktifnya fitur ini pada saat aksi terorisme juga sempat terjadi pada serangan di Beirut yang terjadi sehari sebelum serangan Paris.

Wakil Presiden Facebook Alex Schultz menyatakan masih banyak yang perlu ditingkatkan dalam fitur ini sehingga keakuratan keadaan aman pengguna semakin baik. Schultz menyebutkan perusahaannya menerapkan seperangkat kriteria dalam pengaktifan fitur Safety Check ini, seperti lingkup, skala, dan dampak.

Inilah yang menyebabkan pada saat Jakarta dilanda teror, fitur ini belum aktif. Pasalnya, diberitakan korban tewas 7 orang, 5 diantaranya pelakunya, dan lingkupnya masih sekitaran Sarinah, Thamrin. Hal berbeda ketiga Paris diserang. Korban tewas mencapai 130 orang dengan banyaknya lokasi penembakan brutal.

Namun, kriteria ini pun menuai kritik karena kegunaan Facebook untuk membantu orang di masa krisis harus diputuskan dari ukuran yang sangat mengerikan. Padahal, Facebook bisa mengambil tolak ukur lain untuk mengaktifkannya seperti banyaknya pembicaraan pengguna mengenai sesuatu yang dinilai sebagai`tragedi`.


Bagaimana pendapat anda?