BPJS Bangkrut? Ini Penjelasan dari Istana

Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kanan) bersama Senior EVP Transaction Banking Bank Mandiri Rico Usthavia Frans (kiri) dan Direktur Corporate Affair Alfamart Solihin (tengah) melakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan kerjasama Bank Mandiri dengan Alfamart ketika peluncuran di Gerai Alfamart Kawasan Cempaka Putih, Jakarta, 14 Desember 2015. ANTARA FOTO
Murai.co.id ,Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris menegaskan, penyedia jaminan sosial masyarakat itu tidak akan bangkrut (collapse). "Isu BPJS collapse itu tidak benar," katanya di Istana Merdeka, Kamis, 10 Maret 2016. 

Menurut Fahmi, Presiden Joko Widodo memberi perhatian terhadap masalah ini. Presiden, kata Fahmi, berharap isu bangkrutnya BPJS tidak sampai membuat publik gelisah, terutama rumah sakit dan masyarakat yang hendak berobat. Fahmi mengatakan neraca keuangan BPJS masih sehat. "Antara pemasukan dan pengeluaran seimbang, no problem," tuturnya. 

Sumber keuangan BPJS, Fahmi menjelaskan, berasal dari pemasukan dua iuran dan sumber dana lain. Jika ada ketidaksesuaian, masih di bawah rekomendasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Ia menjamin kondisi neraca keuangan BPJS pada tahun ini mendekati perkiraan DJSN.

Fahmi berjanji BPJS Kesehatan tidak akan menaikkan besaran iuran sebelum masyarakat merasakan manfaat yang lebih dari pelayanannya. BPJS, kata dia, juga tidak akan mengurangi manfaat yang diberikan supaya tidak menimbulkan masalah sosial.

September lalu, Ketua DJSN Chazali H. Situmorang mengatakan kondisi BPJS sedang kritis. Banyak peserta yang menunggak premi selama 2-6 bulan. Untuk mengatasi masalah ini, DJSN mendesak pemerintah segera mencairkan dana talangan sekitar Rp 3,5 triliun. Hal ini untuk menutupi jumlah tunggakan.

Menurut Chazali, sebelum ada dana talangan, BPJS terpaksa memanfaatkan iuran yang masuk walau kurang. Jumlah peserta BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia mencapai 145 juta. Dengan jumlah rumah sakit yang sudah bekerja sama sebanyak 1.700 dari total 2.500 rumah sakit di Indonesia. Peserta yang paling banyak menunggak berasal dari peserta mandiri atau peserta yang mendaftar secara perorangan. (Tempo.co)

Bagaimana pendapat anda?

Jangan lewatkan :

Created by Dunia Blanter