Kepala Daerah dari Artis, Perlu Adaptasi bukan Arogansi

pasya ungu
Selebritas berbondong-bondong beralih profesi menjadi politikus, lalu promosi jadi kepala daerah, kini bukan hal baru. Dari Rano Karno yang menjadi gubernur Banten, hingga Deddy Mizwar yang kini menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Barat. Ada pula yang sedang jadi berita, Sigit Purnomo Said alias Pasha ‘Ungu’. Ia dicap arogan. Benar atau hanya salah komunikasi saja?

Deretan pemimpin yang lahir dari dunia selebritis tadi memanfaatkan benar kepopulerannya untuk meniti tangga karir politiknya. Tentunya itu tak bisa disalahkan, karena popularitas dan elektabilitas bisa menjadi modal dan senjata andalan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah.

Tapi sayang, tak semua selebritis yang terjun ke dunia politik atau menjadi pemimpin daerah bisa bersikap luwes. Mungkin hal tersebut bisa dimaklumi, mengingat para artis tersebut juga perlu masa adaptasi. Banyak yang berhasil, tapi 

[next]
tak sedikit yang gagal melewati masa transisi dengan mulus, . Buntutnya, muncul tudingan belagu, seperti apa yang terjadi Pasha ‘Ungu’.


Hal itu bisa dilihat jelas saat ia menolak diwawancarai oleh wartawan sebelum acara pelantikan. Alih-alih menggunakan kata penolakan yang halus, wakil walikota Palu yang baru ini justru melontarkan kata penolakan dengan kasar. “Saya ini sekarang sudah pejabat, bukan lagi artis. Kamu orang cuma kontributor kan,” kata Pasha seperti ditirukan oleh kontributor TV sebuah media nasional di Palu.

pasha3  Kepala Daerah dari Artis, Perlu Adaptasi bukan Arogansi pasha3Sikap belagu Pasha ini tentu disesalkan oleh para wartawan, karena bagaimanapun, nama Pasha (dan juga Ungu) melambung salah satunya juga karena peran media. Insiden sebelum pelantikan belum mereda, Pasha sudah membuat ulah lagi saat memimpin apel perdana di balai kota Palu.

Alasannya sepele, Pasha marah-marah karena ia ditertawakan oleh para peserta upacara apel yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemerintahan Kota Palu. “Apa motif saudara-saudara tertawa saat 
[next]
saya memasuki mimbar upacara? Saya malu karena ada yang tertawa terbahak-bahak saat saya masuk. Next, saya tidak mau ini terulang lagi. Polisi Pamong Praja harus mengecek yang tertawa itu. Jelas?” ujarnya dengan nada emosi.

Komisi Informasi Pusat (KIP) mengingatkan kepala daerah tidak boleh menolak untuk diwawancarai wartawan. Apalagi jika penolakan itu dilakukan secara kasar, hal ini melecehkan profesi wartawan sebagai insan yang memiliki tugas mencari dan menyampaikan informasi kepada publik.

Hal itu dikatakan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono terkait penolakan permintaan wawancara wartawan yang dilakukan Pasha. Apalagi cara penolakannya dengan sikap yang melecehkan.

Padahal dua wartawan yang ingin wawancara tersebut berasal dari grup media nasional resmi yang cukup dikenal. “Sebagai pejabat publik, termasuk kepala daerah, wajib untuk tidak menutup diri kepada publik, apalagi wartawan,” kata Abdulhamid.

Ia menuturkan, tujuan keterbukaan informasi publik agar masyarakat mengetahui perencanaan kebijakan publik, pelaksanaan, dan 
[next]
pengawasannya. Juga ditujukan untuk meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan. Tujuan lainnya, untuk menciptakan tatakelola pemerintahan yang baik, menjadikan layanan informasi yang berkualitas, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

pasha2  Kepala Daerah dari Artis, Perlu Adaptasi bukan Arogansi pasha2Jika pejabat publik dan institusinya tertutup, sudah bisa dipastikan bahwa tujuan tersebut tidak akan tercapai. “Partisipasi masyarakat akan rendah, masyarakat tidak tahu tentang pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, tatakelola pemerintahan buruk, layanan informasi publik tak berkualitas, dan masyarakat tidak cerdas,” katanya.

Menurutnya, pimpinan baru yang dipilih langsung oleh rakyat, ternyata tidak membawa berkah tapi musibah. “Jangankan wartawan, menurut ketentuan UU KIP masyarakat biasa saja bebas bertanya serta minta informasi dan dokumentasi kepada badan publik, dalam hal ini pemerintah, baik lewat pimpinannya maupun Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID),” tuturnya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Yuswandi A Temenggung menanggapi insiden marahnya Pasha terhadap sejumlah bawahannya, saat upacara apel kesadaran di balai Kota Palu. Menurut Yuswandi, kepala daerah memiliki kewenangan dalam menentukan cara menerapkan disiplin bagi pegawainya. Namun dia mengingatkan bahwa cara-cara yang dilakukan, akan menentukan kesuksesan kepemimpinan kepala daerah.

“Ini hanya persoalan kepemimpinan. Mungkin tidak hanya Pasha, yang lain juga mungkin ada yang begitu. Saya kira Kemendagri perlu memberikan pengertian bahwa ada yang namanya psikologi birokrasi dan kepala daerah itu sendiri yang menentukan bagaimana cara untuk mencapai kesuksesan kepemimpinannya,” ujar Yuswandi. (BM)

Bagaimana pendapat anda?